Jumat, 26 Juni 2009

Jenderal Sunarso Diuji Bertempur Melawan Lumpur

Jenderal Sunarso Diuji Bertempur Melawan Lumpur

Salah satu pejabat tinggi yang menderita stres akibat semburan lumpur di Porong kiranya adalah Gubernur Jawa Timur Imam Utomo. Betapa tidak? Sudah hampir setahun bencana lumpur itu meneror banyak orang. Entah berapa kerugian yang diakibatkan oleh semburan lumpur dari perut bumi tersebut. Puluhan pabrik dan ribuan rumah tenggelam. Jalan-jalan, termasuk jalan tol pun tertutup lumpur hingga menutup akses transportasi ke berbagai daerah di Jawa Timur.

Ribuan orang stres dan terpukul karena mendadak jatuh miskin. Industri dan perekonomian di propinsi ini amat terpukul. Sebagian pabrik telah tutup dan menambah pengangguran baru. Minat investor asing merosot drastis akibat biaya operasional yang meningkat dua kali lipat. Berbagai jalan telah dicoba untuk menghentikan semburan tersebut, tetapi hasilnya nihil. Terakhir Timnas Lumpur Lapindo mencoba membenamkan bola-bola beton ke pusat semburan. Namun hasilnya juga idem ditto.

Sebagai pejabat nomor satu provinsi ini, mungkin merasa “disabot” prestasinya oleh semburan lumpur itu. Meskipun bencana itu terkait dengan faktor alam, Imam Utomo mungkin sempat tertegun. Pasalnya, kemajuan ekonomi yang ikut dibangunnya selama hampir 10 tahun tiba-tiba disapu oleh peristiwa tak terduga.

Di tengah iklim pesimisme akibat semburan lumpur itu, Gubernur Imam Utomo mungkin ikut bimbang pula. Terlepas sudah adanya lembaga baru bernama Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) pengganti Timnas Penanggulangan Lumpur Sidoarjo. Apalagi Kepala BPLS Mayjen TNI Sunarso telah mengatakan bahwa ibarat berkelahi, ia tidak tahu karakter lawan. “Ibarat berkelahi, saya belum tahu bagaimana karakter lawan. Ahli saja susah,” kata Mayjen Sunarso, Rabu (11/4).

Apa yang banyak diyakini orang sekarang ini adalah bahwa semburan lumpur itu sulit dihentikan, bahkan tidak dapat dihentikan. Di tengah iklim keyakinan seperti itu, muncullah isu-isu “intermezo” bahwa lumpur itu akan berhenti sendiri pada 20 April mendatang. Konon ada SMS yang beredar bahwa “para menteri dan bahkan Presiden” sudah tahu “berita dari paranormal” itu.

Mudah-mudahan saja Gubernur Imam Utomo tetap jernih pikirannya walaupun keadaan banyak warga kini “kaya gabah diinteri”. Semburan lumpur itu memang luar biasa, bahkan mampu membuntu pikiran banyak orang yang paling rasional dan berpendidikan sekali pun.

Hukum Sederhana

Pertanyaannya, benarkah lumpur tak bisa dihentikan? Meskipun banyak pakar mengatakan belum ada presedennya, ada seorang pengusaha di Surabaya, Ir Djaja Laksana, lewat presentasi di Graha Pena Jawa Pos pada 23 Maret 2007 yang lalu bahwa lumpur tersebut dapat dihentikan. Tidak hanya itu. Lumpur yang sudah keluar pun dapat dimasukkan kembali ke dalam perut bumi. Caranya sangat sederhana. Dan bagi anak teknik yang pernah belajar mekanika fluida, pasti mudah menerima pemikiran Djaja Laksana.

Djaja Laksana (56), insinyur lulusan ITS, menjelaskan, pemikirannya untuk menghentikan semburan lumpur itu terkait dengan Hukum Bernoulli tentang suatu fluida atau cairan yang bergerak dan paling tepat untuk diterapkan pada cairan di tempat terbuka. Dasar hukum ini bergantung pada ketinggian, tekanan, berat jenis, kecepatan dan gravitasi bumi.

Ia pun menerangkan bahwa pada suatu kedalaman tertentu, ketinggian dan kecepatan cairan dianggap nilainya sama dengan nol, sehingga parameter yang tersisa hanya tekanan dan berat jenis. Jadi bila tekanan pada kedalaman tertentu diketahui, maka ketinggian semburan cairan lumpur yang keluar dapat diketahui pula.

Setiap tekanan fluida, kata Djaja Laksana, mempunyai suatu total head, termasuk tekanan pompa air dan tekanan lumpur dari dalam tanah, pasti memiliki total head dan setelah itu tidak akan naik lagi. Demikian pula dengan semburan lumpur di Porong tersebut, pasti memiliki total head dan setelah itu lumpur tersebut akan diam

Ia mengatakan telah mendapat data tentang kedalaman sumber lumpur, yang disebutnya berkisar antara 0,5 km hingga 1,9 km, sementara tekanan lumpur itu sebesar 2.000 psi (pound per square inches). Dari data itu ia memperkirakan bahwa total head semburan lumpur itu hanya mencapai 27 meter di atas permukaan tanah. “Bila kemudian kita membangun tanggul melingkar dengan ketinggian 30 meter, misalnya, maka lumpur akan mencapai titik keseimbangan (konstan) pada ketinggian 27 meter itu. Tidak mungkin meluap lagi, kecuali tekanan dari dalam tanah meningkat,” kata Djaja Laksana.

Pakar Menertawakan

Djaja Laksana mendapat ide tersebut pada 19 September 2006. Beberapa pakar geologi sempat menertawakan ide itu. Dalam sebuah forum di Hotel Shangri-la misalnya, seorang ahli geologi yang berkomentar, “Kalau lumpur you tutup di sana nanti kalau keluar di sebelahnya juga you tutup dengan cerobong. Nanti keluar di Hotel Shangri-la ini, bagaimana?” Hadirin pun tertawa terbahak-bahak.

Namun setelah ide Djaja Laksana diketahui publik, termasuk Timnas Lumpur Lapindo, keadaan jadi lain. Beberapa hari kemudian, Djaja diundang secara khusus oleh Timnas untuk melakukan presentasi. Oleh Timnas, Djaja Laksana kemudian diminta menjadi anggota Timnas, yang sayangnya bubar beberapa hari lalu. Belum ketahui apakah BPLS akan mempelajari ide Djaja Laksana. Tetapi yang jelas, Djaja Laksana sudah mendaftarkan idenya itu pada Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual, Dephum dan Hak Asasi, dan mendapat nomor Paten P 00200700135.

Kabar terakhir, Djaja Laksana telah menemukan suatu sistem baru yang jauh lebih efektif dan efisien untuk menghentikan semburan lumpur. Sebelumnya, Djaja Laksana menyebutkan, kita bisa bangun tanggul setinggi 30 meter, cukup dengan bahan dari pasangan batu kali. Posisi tanggul di sebelah luar dari tanggul sirtu yang telah ada. Dalam hal ini diameter tanggul adalah sekitar 500 meter. Ketebalan tanggul di bagian bawah bisa dibuat sekitar 15 meter, sedang di bagian puncak sekitar 10 meter. Setelah tanggul selesai, lumpur akan mengisi tanggul sampai ketinggian sekitar 27 meter. Pada posisi ini lumpur akan diam, tidak naik lagi karena lumpur telah mencapai total head.

Setelah lumpur diam, tegas Djaja Laksana, lumpur yang ada di luar tanggul dapat dimasukkan kembali ke dalam tanggul. Lumpur tambahan itu akan membuat tekanan di atas bumi lebih besar dari tekanan di dalam perut bumi, sehingga lumpur dapat masuk kembali ke dalam bumi.

Pembuatan tanggul dengan diameter 500 meter dirasa sangat. Tetapi dengan sistem baru yang juga telah diurus hak patennya, tanggul bisa jauh lebih pendek diameternya. Ini menyangkut pembangunan sebuah rangkaian pipa aluminium ukuran 2 inci, tebal 1 mm, dan panjang 30 meter yang bisa dipesan secara khusus. Rangkaian itu dibentuk segi empat dengan ukuran 3 x 16 meter dalam satu kontruksi baja yang akan dibenamkan di pusat semburan. Hukum Bernoulli akan bekerja. Lumpur diam di dalam pipa-pipa aluminium dalam ketinggian 27 meter. Baru setelah itu dibangun tanggul di luarnya.

Orang mungkin meragukannya. Tetapi Djaja Laksana, seorang insinyur mesin yang telah hampir 30 tahun menggeluti dunia pabrikan, telah menyampaikan ide barunya itu kepada beberapa ahli seperti Prof Ir Nyoman Sutantra, PhD dan Prof Ir I Made Arya Djoni, PhD dari ITS. Keduanya mendukung ide Djaja Laksana untuk terus disosialisasikan.

Gubernur adalah pejabat yang sangat berpengaruh, karena punya otoritas untuk menggunakan berbagai sumber daya..Meskipun sudah ada BPLS, Gubernur tentu ingin masalah lumpur segera teratasi. Lewat koordinasi dan dukungannya yang kuat pada BPLS, Gubernur bisa segera menghentikan semburan lumpur. Tak ada orang yang benar-benar ahli mekanika fluida bisa menolak Hukum Bernoulli. (*)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar