Pertanyaan 1
Awal mulanya krisis ekonomi Amerika (yang akhirnya menjadi krisis global), berawal dari investasi yang dilakukan institusi2 keuangan Amerika dalam subprime motgage. Apa itu subprime mortgage? Singkatnya dapat dijelaskan seperti ini : ketika bank2 menyalurkan kredit perumahan, bank kemudian "menjual piutang2 nasabah" kepada institusi keuangan dalam bentuk surat hutang yang bisa diperjualbelikan. Surat hutang inilah yang disebut sebagai subprime mortgage, dimana keuntungan dan pengembalian pokok investasinya sangat ditentukan dari kelancaran kredit perumahan dari nasabah2 bank tersebut.
Saat kredit perumahan menjadi macet sampai pada taraf yang mengkhawatirkan, otomatis institusi2 keuangan yang berinvestasi pada subprime mortgage mengalami kerugian besar. Inilah awal kejatuhan ekonomi Amerika, karena pada dasarnya risiko investasi perbankan ataupun institusi keuangan bersifat sistemik, dalam arti kerugian institusi keuangan akan berdampak pada terpukulnya perekonomian negara. Inilah yang dialami oleh Amerika. Beberapa institusi keuangan besar seperti Lehmann Bros., Meryll Lynch, dan AIG pun jatuh, dan pemerintah Amerika harus turun tangan menyediakan subsidi. Saham perusahaan dijual kepada investor asing.
Akibat dari jatuhnya institusi keuangan tersebut berdampak pada kinerja saham mereka di bursa saham yang terjun bebas, sehingga dampaknya juga ke indeks bursa saham Amerika (DJIA), karena institusi keuangan memiliki kapitalisasi pasar yang cukup signifikan. Akhirnya investor2 mulai menarik dananya dari bursa, sehingga kejatuhan indeks bursa semakin parah. Penarikan dana juga dilakukan di bursa2 global, karena umumnya pihak asing juga memiliki banyak dana di bursa asing (termasuk di Indonesia). Inilah mengapa dampak kejatuhan bursa di Amerika juga mengimbas bursa2 di seluruh dunia.
Krisis Ekonomi Amerika, Imbas bagi Indonesia?
Saatnya Indonesia Nyalip di Tikungan
Tepat sekali langkah pemerintah Indonesia menghentikan perdagangan saham di Bursa Efek Indonesia kemarin. Terlambat sedikit, kita bisa lebih kacau. Inilah saatnya kita mendahulukan nasib bangsa sendiri. Kita tahu, perusahaan asing lagi perlu uang untuk menutup lubang mereka yang dalam di negeri masing-masing. Karena itu, mereka perlu uang cepat. Salah satu caranya adalah menjual apa saja yang dimiliki, termasuk yang di Indonesia. Dan, yang paling cepat bisa dijual adalah saham di bursa. Saking banyaknya pihak yang mau menjual saham itulah yang mengakibatkan harga saham jatuh 10 persen kemarin. Mereka berani menjual murah, menjual rugi, asal bisa segera mendapat uang cash. Sebenarnya sekaranglah saatnya membeli kembali saham Indosat, Telkomsel, atau apa pun, tapi kita belum cukup kaya untuk melakukan itu.
Kita punya batu bara bermiliar ton dan hasil bumi lain. Ini yang harus diamankan lewat kebijaksanaan nasional. Mestinya, masih lebih baik nasib kita yang memiliki hasil bumi tersebut daripada negara yang hanya punya kertas saham atau commercial paper dengan nilai yang hancur saat ini. Kita memang tidak punya cadangan saham di mana-mana. Karena itu, jangan pula yang masih kita punya itu hilang. Saatnya nasionalisme dipertahankan. Sambil lihat-lihat perkembangan dunia. Kalau kita pintar, kita bisa menyalip di tikungan!
Krisis Ekonomi di Amerika Serikat, Jilid 3
Tujuh negara industri terbesar dunia berkumpul hari ini untuk mencari jalan keluar dari krisis moneter yang gawat ini. Tapi, para ahli sangat pesimistis mereka bisa menemukan jalan itu. Sudah begitu banyak masing-masing pemerintah menciptakan paket penyelamatan. Semuanya tidak bisa meredam kemerosotan pasar modal. Bagi kita di Indonesia, harapan terbesar adalah jangan sampai unsur-unsur di dalam pemerintah berjalan sendiri-sendiri. Apalagi bertengkar. Kita semua tahu bahwa jumlah ahli ekonomi kita bukan hanya sangat banyak, tapi juga aliran ekonomi mereka berbeda-beda. Mulai dari yang beraliran konservatif sampai yang populis. Belum lagi yang menganut aliran sempalan. Masing-masing punya dasar pemikiran sendiri, merasa benar sendiri, dan saling bersikukuh mempertahankannya.
Dalam suasana krisis seperti ini, satu komando sangat diperlukan. Sampai hari ini, saya cukup bangga karena tidak terjadi perbedaan pendapat di antara elite pemerintah yang sampai mencuat ke media. Memang ada desas-desus tentang siapa yang menginginkan Bank Indonesia harus segera intervensi (untuk menstabilkan rupiah) dan siapa yang menentang. Tapi, tidak menjadi perang di bawah permukaan -apalagi di atasnya. Politisi juga cukup dewasa untuk tidak menjadikan masalah krisis sebagai bahan mencari popularitas. Sebagian mungkin memang karena tidak paham akar persoalannya yang rumit, sebagian karena rakyat juga sudah sangat dewasa. Politisi yang memanfaatkan krisis ini untuk popularitasnya justru akan dicela rakyat.
Saya amati rakyat di semua negara memang sangat kompak untuk membela negara masing-masing, lepas apakah pemerintahnya dari partai yang mereka dukung atau tidak. Hari ini, pemerintah pertama-tama harus kompak dalam menyelamatkan sistem perbankan nasional kita. Nasabah dan rakyat harus ditenangkan dengan policy yang jelas dan tegas. Yang terpenting, antara lain, adalah memberikan penjaminan deposito dan tabungan masyarakat. Saya percaya penjaminan itu tidak akan berbuntut panjang seperti saat krisis dulu. Sebab, perbankan nasional kita sekarang sudah sangat dewasa. Semua negara melakukan langkah ini meski ahli ekonomi yang menganut aliran konservatif tidak akan setuju. Teoretis, sebenarnya tidak perlu ada rush. Tapi, ketidakpercayaan masyarakat pada sistem keuangan hari-hari ini bisa membuat bank yang lagi bersaing saling menyebarkan isu rush. Yang mula-mula hanya isu bisa terjadi sungguhan. Ini sangat membahayakan sistem perbankan kita. Kalau sistem perbankan ambruk, ekonomi akan runtuh. Rakyat akan sengsara.
Nomor satukan penyelamatan perbankan nasional kita. Gunakan semua dana penjaminan yang selama ini dikumpulkan oleh bank di rekening khusus penjaminan itu. Maksimumkan upaya ini, mumpung ini hari Sabtu. Umumkan pagi ini juga bahwa semua deposito dan tabungan dijamin pemerintah. Jangan terlambat! Kita lagi bersaing dengan kecepatan beredarnya SMS dan telepon seluler. Ini persoalan dunia yang kompleksnya bukan main. Perusahaan yang terlibat derivatif lagi bertumbangan.
Masyarakat Jangan Hidup Konsumtif
Selasa 7 Oktober 2008, Jam: 17:51:00
JAKARTA (Pos Kota) – Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, meminta masyarakat tidak panik akibat krisis ekonomi yang terjadi di Amerika Serikat (AS), karena hal itu tidak akan mempengaruhi ekonomi Indonesia. Sementara, pengamat ekonomi meminta pemerintah tetap waspada karena nilai rupiah sudah menembus Rp9.500,- per dolar AS. Dalam paparannya, SBY mengakui krisis ekonomi AS bagaimanapun akan berdampak kepada ekonomi Indonesia dan negara-negara lainnya. Namun, dampak itu tidak begitu besar dan Indonesia tidak akan kembali lagi kepada krisis ekonomi seperti yang terjadi tahun 1997-1998 akibat krisis ekonomi global saat itu.
“Sebab itu, masyarakat agar tenang dan tidak panik menghadapi krisis ekonomi AS. Sekarang kita bisa mempertahankan pertumbuhan ekonomi sebesar 6,3 persen begitu juga nilai ekspor terus mengalami peningkatan,” papar dia. Sekarang ini, lanjut kepala negara, yang penting kita tetap memelihara pertumbuhan dan bersatu, bersinergi dalam membangun ekonomi. Tahun 1997-1998 terjadi krisis ekonomi di Indonesia karena saat itu fundamental ekonomi kita tidak kuat, korupsi lebih besar, kesalahan manajemen pemerintah termasuk krisis politik sehingga dengan mudah diterjang krisis ekonomi. Dalam kesempatan itu, SBY menyarankan kepada masyarakat untuk mengurangi biaya hidup yang konsumtif dan lebih mengutamakan produksi dalam negeri.
Wall Street and Main Street: Dampaknya pada Orang Biasa
Biasanya naik turunnya nilai uang hanya berpengaruh pada perdagangan luar negeri. Naik turunnya harga sekuritas dan indeks Pasar Modal seperti IHSG dan Dow-Jones Index hanya berpengaruh pada investor bursa. Tapi kalau terjadi guncangan besar, maka semua orang akan kena. Kalau suatu bank jatuh, nasabahnya akan kena walaupun ada bagian-bagian yang dijamin oleh garansi asuransi. Tapi kalau perusahaan asuransi jatuh, maka pihak yang dijamin jatuh juga. AIG adalah perusahaan asuransi terbesar di Amerika dan salah satu terbesar di dunia. Kalau AIG bangkrut, pemegang asuransi tidak bisa dibayar. Ini terdiri atas perusahaan asuransi lain, bank dan perusahaan di seluruh dunia. Maka setiap orang yang berurusan dengan bank atau perusahaan besar akan terpengaruh krisis.
Karena itu Henry Paulson memberanikan diri untuk menyelamatkan AIG dan perusahaan lain. Tapi ia menggunakan uang negara yang adalah uang rakyat Amerika Serikat. Kalau paket penyelamatannya gagal, maka ekonomi AS akan jatuh benar-benar. Jangan sampai sebegitu….
Soal 2
Dampak Krisis AS Terhadap Ekonomi
Krisis ekonomi Amerika Serikat (AS) sangat berdampak terhadap masyarakat khususnya tenaga kerja. Departemen Tenaga Kerja AS baru saja mengumumkan jumlah pengangguran mencapai 6,1 persen jauh lebih tinggi dari prediksi yang diakibatkan krisis AS. Jumlah ini meningkat menyusul Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) ribuan tenaga kerja akibat krisis ekonomi.
Perubahan tingkat strategi kebijakan DPR AS terhadap paket kebijakan penyelamatan ekonomi atau RUU Bailout dengan dana sebesar US$ 700 miliar ternyata belum mendongkrak kepercayaan pasar. Fase persetujuan DPR atas RUU Bailout, harga saham- saham di pasar New York justru melemah, pasar belum yakin RUU Bailout mampu mencegah terjadinya krisis. Sebelumnya DPR AS sempat menolak RUU yang sama dengan alasan pasar uang yang harus menyelesaikan krisis financial ini. Gagalnya RUU Bailout di tangan DPR AS mengakibatkan Indeks Dow Jones mengalami penurunan 777 poin, penurunan ini menurut data pasar uang AS adalah penurunan terbesar dalam waktu 1 hari, untuk itulah Presiden Bush langsung menenangkan pasar dengan menekankan bahwa pintu penyelamatan ekonomi AS tertutup.
Hingga akhirnya
Ketua Umum Kadin Indonesia MS Hidayat memperkirakan 2 sampai 3 tahun ke depan AS harus kerja keras untuk mengatasi krisis perekonomiannya. Menurutnya, dunia usaha dan pemerintah Indonesia harus segera mencari pasar alternatif, sehingga produk ekspor tidak terganggu. “Saya kira kinerja ekspor kita akan terpengaruh, akan menurun meski pun AS bukan tujuan ekspor terbesar tetapi ekspor utama kita seperti tekstil dan garmen, produk-produk pertanian yang menjadi koridor intensif industri padat karya, tentu akan berpengaruh dan harus ditanggulangi dengan cara klasifikasi market,” katanya.
Sementara Ekonom UGM Sri Adiningsih menilai sampai sejauh ini pemerintah Indonesia belum mempunyai langkah strategis untuk mengantisipasi dampak krisis financial AS, padahal jika krisis financial AS tidak segera teratasi maka dampaknya terhadap perekonomian Indonesia bisa lebih buruk dibanding krisis ekonomi tahun 1998. “Pemerintah Indonesia harus melihat dampaknya yang bisa lebih serius. Saya kuatir, karena pasar keuangan kita yang beberapa tahun terakhir ini banyak didukung oleh dana jangka pendek sementara kita tau bahwa dana jangka pendek internasional menurut pengamatan saya itu di atas US$ 50 miliar sehingga kalau tidak hati-hati terhadap arus balik tentunya dampaknya akan merusak sekali,” kata Sri. (Metro Tv/Hel/h)
SBY: Krisis 1998 tak akan terulang
Jakarta (Espos) Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menjamin krisis ekonomi 1997-1998 tidak akan terulang akibat krisis perekonomian global yang dipicu masalah perkreditan di Amerika Serikat (AS).
”Saya harus katakan secara tegas dan jelas bahwa Insya Allah tidak akan terjadi krisis sebagaimana kita alami pada sepuluh tahun lalu,” kata Presiden pada pertemuan pemerintah dengan Bank Indonesia, dunia usaha, pengamat ekonomi serta pimpinan media massa di Gedung Utama Seretariat Negara, Jakarta, Senin (6/10). Pada pertemuan itu, Presiden menjelaskan perbedaan kondisi fundamental pada 1998 dan pada 2008. Pada 1998, Presiden menekankan terjadi transisi politik serta salah kelola pemerintahan sehingga muncul ketidakpercayaan yang memicu kepanikan. ”Saya berani katakan seperti itu. Untuk kita lebih tenang, jernih berpikir dan lebih rasional dalam ambil keputusan, rumuskan kebijakan dan tindakan-tindakan diperlukan. ”Presiden meyakini faktor-faktor pemburuk yang menyebabkan krisis ekonomi pada 1997 seperti kebijakan tidak konsisten dan tidak adanya kepercayaan dari masyarakat, saat ini tidak ada lagi. ”Saya tidak mengatakan akan aman-aman saja. Tidak. Tetapi saya punya keyakinan apabila kita bersatu dan bersinergi mengatasi persoalan ini maka nightmare pada 1997-1998 tidak akan terjadi,” ujarnya.
10 Arahan Presiden sikapi krisis AS
1. Semua pihak diminta tetap optimistis, bersatu dan bersinergi untuk memelihara momentum pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam mengatasi dampak dari krisis di AS.
2. Pertumbuhan ekonomi sebesar enam persen harus terus dipertahankan antara lain dengan terus mencari peluang ekspor dan investasi serta mengembangkan perekonomian domestik.
3. Mengoptimalkan APBN 2009 untuk menjaga target pertumbuhan ekonomi dan jaringan pengamanan sosial. Terhadap APBN 2009, akan dilakukan efisiensi.
4. Bank sentral dan sektor perbankan dipersilakan menerapkan kebijakan tersendiri agar kredit ke dunia usaha untuk sektor riil tetap terjaga.
5. Semua pihak harus cerdas dalam menangkap peluang pasar dan investasi dari negara-negara lain yang perekonomiannya sedang meningkat dan tidak terkena dampak ekonomi AS.
6. Semua pihak diminta serius dalam menjalankan kebijakan penggunaan produk dalam negeri. Untuk itu disiapkan mekanisme insentif dan disinsetif bagi penerapan kebijakan itu.
7. Kerja sama antara pemerintah, perbankan dan dunia usaha diperkuat.
8. Sikap yang bersifat ego sektoral dihilangkan.
9. Presiden dapat memahami 2008-2009 merupakan tahun politik. Namun presiden meminta agar pengaruh politik diarahkan untuk menjamin kepentingan rakyat dan negara, bukan perorangan atau kelompok.
10. Semua pihak, terutama jajaran pemerintah dan dunia usaha, untuk membangun komunikasi yang tepat kepada rakyat sehingga situasi dapat tetap kondusif.
Dampak Krisis AS Terhadap Ekonomi Negara Lainnya
Harian Perancis L' CROIX menulis, "Uni Eropa berada diambang ujian yang menentukan.Selama ini,negara dibenua Eropa sedang menuju saling pendekatan dibidang ekonomi dan moneter. Tapi itu tidak akan banyak tersisa, bila Uni Eropa tidak lolos dalam menghadapi krisis keuangan.Meskipun demikian Uni Eropa memiliki pengalaman yang panjang dengan kepentingan yang berbeda, dan membiarkan tumbuhnya harapan, bahwa juga dibawah bayangan situasi yang luar biasa, dapat menciptakan kesejahteraan bersama. Hasil dari pertemuan di Istana Elysse, jangan dianggap remeh. Dalam penjelasan bersama. dengan jelas terlihat bahwa pimpinan politik di Eropa, menolak langkah yang bersikap doktrin dan egois.
Harian Inggris TELEGRAPH yang terbit di London menyoroti pernyataan pemerintah Jerman untuk menjamin tabungan pribadi, sehubungan dengan terjadinya krisis keuangan. Selanjutnya harian ini menulis, " keputusan pemerintah Jerman, untuk menjamin tabungan pribadi,membuat Menteri Keuangan Inggris Alistair Darling semakin mendapatkan tekanan yang besar, agar melakukan tindakan yang sama. Bagi Menteri Keuangan Alistair Darling ,yang diprioritaskan adalah kembali memulihkan kepercayaan terhadap sistem perbankan.Itu berarti, krisis manajemen yang terjadi ditahun belakangan diganti dengan rencana yang meyakinkan, agar sistem keuangan kembali berfungsi, dan sekaligus menghindarkan terjadinya sebuah bencana.
Harian Jerman STUTTGARTER ZEITUNG,sehubungan dengan krisis keuangan, harian ini menurunkan komentar yang meragukan masa depan perbankan. Selanjutnya ditulis , "kebangkrutan bank-bank,terutama di Jerman , segera membangkitkan ingatan terhadap krisis ekonomi dunia. Antrian panjang dari para nasabah yang berputus asa, yang ingin mengambil uangnya. Tapi tidak semua bank mempunyai nasabah pribadi, yang karena cemas menyerbu loket-loket bank untuk mengambil uang tabungannya. Dengan demikian tidak ada alasan, untuk bank seperti itu dalam kondisi apapun harus terus eksis. Dalam setiap krisis yang baru, harus dicari pemecahannya secara khusus dan terpisah. Dan pemecahannya juga dapat berupa penentuan bahwa sebuah bank tidak punya masa depan, melainkan hanya untuk menuntaskan transaksinya.
Wall Street and Main Street: Dampaknya pada Orang Biasa
Biasanya naik turunnya nilai uang hanya berpengaruh pada perdagangan luar negeri. Naik turunnya harga sekuritas dan indeks Pasar Modal seperti IHSG dan Dow-Jones Index hanya berpengaruh pada investor bursa. Tapi kalau terjadi guncangan besar, maka semua orang akan kena. Kalau suatu bank jatuh, nasabahnya akan kena walaupun ada bagian-bagian yang dijamin oleh garansi asuransi. Tapi kalau perusahaan asuransi jatuh, maka pihak yang dijamin jatuh juga. AIG adalah perusahaan asuransi terbesar di Amerika dan salah satu terbesar di dunia. Kalau AIG bangkrut, pemegang asuransi tidak bisa dibayar. Ini terdiri atas perusahaan asuransi lain, bank dan perusahaan di seluruh dunia. Maka setiap orang yang berurusan dengan bank atau perusahaan besar akan terpengaruh krisis. Karena itu Henry Paulson memberanikan diri untuk menyelamatkan AIG dan perusahaan lain. Tapi ia menggunakan uang negara yang adalah uang rakyat Amerika Serikat.
Soal 3
Apakah bisa dibandingkan, dua peristiwa ambruknya dunia keuangan ini? Dari segi akibat, krismon 97 di kita mengakibatkan hancurnya bank dan konglomerat, dipecatnya Gubernur Bank Indonesia dan akhirnya kejatuhan rezim Suharto disertai peristiwa berdarah tragedi Mei dan peristiwa Trisakti dan Semanggi I dan II. Wall Street Crash 2008 tidak disusul huru-huru fisik, tapi sangat jauh lebih besar dalam ukuran uang. Krismon 97 ditandai oleh paket bantuan IMF sebesar US$ 23 Billion (Milyar). Wall Street Crash 2008 sedang diusahakan penanggulangannya dengan paket bantuan pemerintah Amerika Serikat sebesar US$ 700B, yang mungkin menggelembung menjadi US$ 1,300B yaitu US$ 1.3 Trillion, atau lebih dari sepuluh kali APBN Indonesia! Dilihat dari asal usulnya, ada persamaan dan tentunya banyak perbedaan.
Krismon 1997 di Indonesia adalah bagian dari krisis finansial yang melanda beberapa negara Asia mulai Juli 1997. Mulainya di Thailand dengan jatuhnya mata uang Thai Baht setelah Baht dilepaskan dari “peg” dengan US Dollar setelah melemahnya Baht akibat menggelembungnya hutang luar negeri, sebagian besar sebagai akibat spekulasi real estate. Orang membangun gila-gilaan menggunakan uang hutang yang tidak bisa dibayar kembali. Melemahnya Thai Baht secara mendadak menular pada melemahnya mata uang lain di wilayah ini dan krisis melanda Thailand, Korea Selatan dan Indonesia. Hong Kong, Malaysia, Laos dan Filipina juga “kena”.
Thailand dan Korea Selatan bisa pulih dalam waktu singkat karena ekspor mereka cukup kuat untuk melayani hutang luar negeri. Tapi walaupun kebijaksanaan fiskal negara-negara Asia cukup baik, IMF meluncurkan program bantuan US$ 40B untuk memperkuat mata uang tiga negara itu agar tidak menyebar. Tapi di Indonesia, hutang kepada IMF yang tidak bisa dibayar oleh penghasilan nasional membuat ekonomi kita makin masuk krisis. Akhirnya efek sampingnya menyebar sampai Presiden Suharto terpaksa mundur akibat kehilangan kendali akibat devaluasi Rupiah.
Krisis Moneter 1997 di Indonesia
Pada waktu krisis melanda
Tidak ada komentar:
Posting Komentar