Jumat, 26 Juni 2009

Diktator Anastasio Somoza Tewas Ditembak Bazoka

Diktator Anastasio Somoza Tewas Ditembak Bazoka

Kematian hanya satu, tapi jalannya berbeda-beda. Benar. Semua orang akan mati, hanya kematiannya yang beragam jalannya. Demikian juga dengan para diktator. Toh begitu, kematian diktator Nikaragua Anastasio Somoza Debayle lain daripada yang lain dan sungguh sangat tragis. Ia dikejar musuh-musuhnya meski telah melarikan diri ke luar negeri. Dia pun tewas mengenaskan akibat tembakan bazoka yang menghancurkan mobil yang membawa dia dan sopirnya di Paraguay pada 1980.

Kehidupan politik memang sering diwarnai peristiwa berdarah-darah, apalagi menyangkut seorang diktator. Pembunuhan terhadap diktator Somoza mungkin dipandang berlebihan. Tetapi itulah barangkali harga yang harus dibayar oleh seorang diktator sekelas Somoza.

Anastasio Somoza Debayle dilahirkan di Leon, Nikaragua, pada 1925, sebagai anak bungsu diktator Anastasio Somoza Garcia. Dasar ayahnya diktator, cara mendidiknya juga khas pemimpin yang sewenang-wenang dan tak tahu malu. Setelah Somoza menyelesaikan pendidikan militer di Amerika Serikat, ayahnya langsung menunjuknya sebagai Panglima Pasukan Garda Nasional Nikaragua, meski usianya baru 21 tahun.

Bertahun-tahun Somoza memegang kendali militer, sampai dia terpilih sebagai presiden pada 1967. Akibat larangan untuk segera kembali mengikuti pemilihan presiden lagi, dia mengundurkan diri pada 1972, dan tetap memegang kekuasaan nominal hingga pemilihan umum tahun 1974. Namun sebagai Panglima Garda Nasional yang korup dan brutal, dia akhirnya memperoleh kekuasaan kembali secara efektif.

Sebagai presiden, dia menghadapi oposisi dengan kejam. Dalam suatu operasi penumpasan terhadap kaum oposisi, para tentara anggota Pengawal Nasional dikabarkan membunuh tak kurang dari 400 orang. Pada tahun 1970-an, rezim Somoza menghadapi berbagai kecaman lembaga-lembaga hak asasi manusia dan pemerintah Amerika Serikat. Dukungan bagi perlawanan militer terhadap rezim Somoza juga meningkat.

Akhir Era Somoza

Dukungan Amerika Serikat terhadap diktator Somoza mulai menurun setelah tahun 1977, saat pemerintah Presiden Jimmy Carter menegaskan bahwa bantuan militer AS ke Nikaragua akan dilanjutkan bila kehidupan hak-hak asasi manusia di negeri itu membaik. Tekanan internasional, terutama dari AS, memaksa Somoza mencabut keadaan darurat sipil pada September 1977. Protes-protes dan demonstrasi antipemerintah muncul lagi meskipun Pengawal Nasional terus mengawasi para gerilyawan FSLN.

Dalam perkembangan selanjutnya, rezime Somoza terus mengancam kehidupan pers, khususnya suratkabar La Prensa dan tajuk rencananya pemimpin redaksinya, Pedro Joaquin Chamorro. Aksi terakhir dalam bangkrutnya era Somoza diawali pada 10 Januari 1978, saat Chamorro dibunuh. Meskipun para pembunuhnya belum diketahui saat itu, bukti-bukti menunjukkan anak laki-laki Somoza dan sejumlah personel Pengawal Nasional terlibat dalam pembunuhan itu. Oposisi menuduh rezim Somoza bertanggungjawab atas pembunuhan itu sehingga menimbulkan protes besar-besaran. Mereka menuntut Somoza mundur, sementara yang bersangkutan bersikeras akan menyelesaikan masa jabatannya hingga tahun 1981.

Melihat perkembangan semakin terpojoknya rezim Somoza, para gerilyawan FSLN dan kaum oposisi lainnya meningkatkan tekanannya. Sebagai akibatnya, pasukan pemerintah juga makin keras menghadapi mereka. Serangan-serangan terhadap warga sipil membuat citra pemerintah Nikaragua makin amburadul. Pada Februari 1978, AS menangguhkan semua bantuan militernya hingga memaksa rezim Somoza membeli senjata di pasar bebas. Ekonomi makin terpuruk, dengan bank-bank menghadapi pelarian modal, kekurangan investasi, dan juga meningkatnya inflasi dan pengangguran.

Dalam pada itu, para gerilyawan FSLN memperoleh darah segar dengan bersatunya faksi-faksi yang sebelumnya berselisih. Mereka semakin berani melakukan serangan-serangan terbuka terhadap pasukan pemerintah Somoza. Menghadapi tekanan yang semakin meningkat itu, Somoza akhirnya meninggalkan Nikaragua pada 1979. Tetapi musuh-musuhnya terus mengejarnya sampai akhirnya menemukan Somoza di Paraguay. Dalam sebuah pembunuhan yang direncanakan dengan baik, Somoza terbunuh oleh tembakan-tembakan dengan bazoka yang juga menghancurkan mobilnya di Asuncion, Ibukota Paraguay, pada 1980..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar