Jumat, 26 Juni 2009

artikel 2

Kenapa Yahoo kok dimusuhi kanan kiri?

- Re: Jangan salahkan Nietzche!

Gara-gara tulisan bertajuk "Jangan salahkan Nietzche!" sebagai tanggapan atas tulisan "License to kill God", bejibun email masuk ke mailbox saya sekadar mempertanyakan: "Kenapa kok orang Yahudi kala itu dimusuhi orang-orang Eropa? Kenapa mereka sampai dibunuhi?" Jawabannya tentu tak sependek pertanyaannya. Yang jelas, istilah Yahoo (baca: Yahudi) sendiri kini mengandung beragam makna. Yahudi sebagai sebuah agama yang terpuruk oleh kehadiran Kristen dan Islam (istilah bisnisnya: pemasaran mereka sudah jeblok), Yahudi sebagai sebuah bangsa yang populasinya kian merosot karena sudah jutaan umat yang dibunuhi, Yahudi sebagai sebuah tradisi turun temurun, dan Yahudi sebagai sebuah budaya peninggalan masa lalu.

Yahudi di Indonesia

Kini yang disebut orang Yahudi tak sekadar penduduk di negeri Israel atau orang-orang bertopi hitam bak tukang sulap yang suka lalu-lalang di stasiun-stasiun subway di New York, Chicago, London, dan Paris. Mereka ada juga yang berkulit hitam, bertampang Indo, berwajah India, dan berkulit kuning langsat plus bermata sipit seperti yang ada di Hong Kong dan Singapura. Kalau di Indonesia, coba tengok sosok Cornelia Agatha, Yapto Soeryosoemarno, Abel (pacar Dian Sastrowardoyo), Marini (mantan istri Idris Sardi), Letizia Musri (mantan Gadis Sampul), dan si pengusaha jam tangan mewah Irwan Musri yang dikabarkan lagi dekat dengan Desi Ratnasari, seorang kakek tua keturunan Yahudi Irak yang penjaga rongsokan sinagog di
Surabaya, seorang mahasiswa kedokteran umum UNAIR, dan segelintir lainnya yang masih tersisa. Mereka semua adalah keturunan Yahudi hasil perkawinan silang dengan ras lain.

Yahudi berkerudung dan sunat

Banyak pelajaran yang bisa kita petik dari nasib nelangsa bangsa Yahudi yang
selalu teraniaya dan terus dimusuhi sejak zaman Moses di Mesir hingga kini. Ritual
agama yang dianutnya ternyata bisa menyinggung perasaan bangsa lain di negeri-negeri dimana mereka 'menumpang'. Mereka cenderung berkelompok dalam komunitasnya, enggan bersosialisasi dengan kelompok lain. Kalau istilah sekarang mungkin bisa dicap 'terlalu
eksklusif' dan kelompok yang 'ogah gaul' (bukan kurang gaul). Sementara ajaran yang dianut beberapa agama sendiri menjadi kendala untuk tumbuhnya pembauran, misal tak boleh menikah dengan orang yang tak seiman (tak sekadar bibit-bebet-bobot), melarang orang yang tak seiman menginjak rumah ibadahnya, musti berpakaian rapat (konon agar lebih dicintai Tuhan), lelakinya wajib disunat tetapi kelompok lain tak mewajibkannya, dan masih banyak hal lainnya. Sebuah tradisi warisan nenek moyang yang bisa dengan mudah jadi penanda untuk
dijadikan target pembunuhan massal.

Kalau kita saksikan film dokumenter tragedi holocaust di era Nazi, nampak ribuan perempuan berkerudung yang dicomot dari getho-getho dan trotoar jalanan. Mereka lalu ditelanjangi, ramai-ramai dimandikan dengan semprotan, kemudian disekap dalam sebuah ruangan tanpa diberi makan dan minum. Kalau ketahuan nampak sakit-sakitan, langsung dibakar hidup-hidup. Yah, kerudung adalah sebagai salah satu penanda bahwa mereka adalah perempuan Yahudi konservatif. Kerudung itu mirip seperti yang menutupi rambut Maria Magdalena, lalu oleh dimodifikasi menjadi jilbab seperti dikenakan oleh sekelompok perempuan Indonesia yang ingin dicap agamis dan ingin disayang Tuhan melebihi perempuan yang cuma pakai celana jeans belel dan tank top saja. Sebagai contoh adalah mantan artis panas Inneke Koesherawati yang dianggap kelompok tertentu citranya langsung terkerek naik dan kerap jadi maskotnya MUI. Tata busana peninggalan kaum Semit itu lalu dijadikan penanda bahwa orang itu beragama anu dan itu, tak lagi sekadar tradisi. Anehnya, pakaian kebaya dan busana tradisional khas suku-suku di Indonesia terpinggirkan begitu saja. Penanda lain
orang Yahudi atau bukan adalah baju dan paspor bercap J, juga kalung Bintang Daud di leher. Saat pasukan SS ragu dengan status sekelompok pria yang mereka jumpai termasuk Yahudi atau bukan, ramai-ramai akan dipaksa untuk membuka celananya. Kalau penis mereka disunat, langsung dicokok tanpa ragu.

Si kambing hitam

Hanya gara-gara petikan beberapa ayat di kitab suci, bangsa dan kelompok
agama lainnya bisa menghempaskan tubuh-tubuh mereka ke liang lahat. Mereka
yang tadinya cuma 'tak disenangi' alias dibenci hingga ke ubun-ubun, bisa menjelma
menjadi 'tak layak hidup' di Bumi alias pantas mati. Itu baru menyangkut
perbedaan agama, belum masuk ke ranah politik yang bisa dengan canggih
membentur-benturkan perbedaan paham, suku, ras, dan agama. Bibit-bibit
yang telah tersemai dengan mudah bisa kian disuburkan dengan berbagai
rekayasa nan piawai.

Kaum agamawan sendiri masih saja ngotot. Mereka tak mau sepenuhnya
dipersalahkan atas kejadian holocaust dan tragedi lainnya yang pernah
melanda Eropa. Muncullah si kambing hitam. Mereka lalu menyalahkan para
ilmuwan yang dicap sekuler karena dianggap menyebarkan kebencian rasial
dalam buku-bukunya. Para ilmuwan ternama macam Nietzche, Karl Marx, Voltaire, Rosseau, Montesquieau, dan lainnya langsung dicap sebagai inspirator Hitler dan tokoh fasis lainnya
atas tragedi yang mengenaskan itu.

Peristiwa yang kini sedang melanda Perancis dan negara-negara Eropa lainnya benar-benar membelakkan mata kita. Apakah sejarah kelam akan kembali terulang, mengingat kemiripan perilaku Yahudi di masa lalu dan ulah sebagian umat Muslim fanatik bin fundamentalis di masa kini? Oriana Fallaci dalam buku barunya berjudul 'The Force of Reason' mengingatkan
bahwa Eropa bakal menjadi koloni Arab. Januari lalu, pengarang wanita Mesir dengan nama samaran Bat Ye'or menulis buku berjudul Eurabia. Eropa akan berubah nama menjadi Eurabia, karena kaum imigran Timur Tengah justru berani menuntut hak eksklusif, separatis dan sektarian secara agama, sosial dan budaya. Kini semuanya tergantung para politisi di Eropa yang sedang berkuasa. Kartu truf ada di tangan mereka. Kebijakan strategis apa yang akan mereka ambil untuk menangkal itu semua. Tentu saja langkahnya pasti tak sedramatis Hitler. Menyimak kondisi terkini, kebijakan yang akan diambil pasti lebih santun, minimal tak menabrak konvensi internasional tentang HAM, dan lagipula otoritas agama tak
lagi punya pengaruh kuat di pemerintahan seperti di masa lalu. Yang jelas, perilaku agama lebih gampang ditebak kemana arahnya, tetapi perilaku politik lebih rumit dan lebih pelik yang tak mudah untuk diduga - bak permainan catur antar Grand Master.

Alergi Yahudi

Serangkaian tulisan dari rekan Sato Sakaki di bawah ini mungkin bisa mewakili beragam pertanyaan tersebut, termasuk kaitannya dengan aspek politik, sosial, budaya dan agama. Sato yang mukim di Los Angeles, AS, menuliskannya berdasarkan riset pustaka. Menurutnya, tulisannya itu sengaja ia sumbangkan bagi para pembenci Yahudi dan Zionis agar hatinya lebih terbuka menerima kenyataan bahwa keberagaman di Bumi ini mustinya kita nikmati dan kita syukuri, bukannya malah dijadikan alasan untuk saling berbunuh-bunuhan. Apalagi kalau tindakan biadab itu dilakukan karena berdasar petikan ayat-ayat di kitab suci. Yahoo juga manusia, bukan binatang. Keberadaan mereka seharusnya pantas dilestarikan karena bangsa unggulan yang menurut kitab-kitab suci sebagai 'orang-orang pilihan Tuhan' itu
dikhawatirkan akan punah. Yang jelas itu bukan wewenang WWF karena mereka
bukan binatang, tapi menjadi wewenang PBB dan juga kita semua.

Pertanyaannya: Kenapa sebagian bangsa kita masih alergi dengan segala yang
berbau Yahudi? Tak semua orang Yahudi itu jahat, begitu pula tak semua
orang Indonesia itu baik. Koruptor, penjagal, perampok, pencoleng, pemerkosa, dan pencopet ada dimana-mana. Adalah tugas pemerintah SBY untuk segera membuka hubungan diplomatik dengan Israel, agar bangsa kita dapat lebih melek mata dan tak membenci bangsa yang mereka pahami cuma sepotong-sepotong dari berita di koran-koran dan ayat-ayat kitab suci. Jangan ada lagi sebuah persahabatan antar bangsa dan antar budaya beku
hanya karena alasan agama semata. Jangan hirau dan tak perlu dengarkan apa reaksi orang-orang Front Pembela Islam (FPI), Jundulah Islamiyah, Laskar Jihad, ICMI, MUI, PKS, PPP, Partai Bulan Bintang dan lainnya. Mereka tak memahami apa makna pluralisme yang sebenarnya. Mereka tak menyadari apa bahayanya di masa depan kalau terus-terusan menanam 'bom waktu' bernama kebencian dengan beragam bentuknya di negeri ini. Slogan
'kerukunan antar umat beragama' yang dulu digaung-gaungkan pemerintah Orde Baru terbukti hanya semu belaka - kalau tak mau dibilang slogan yang kosong melompong. Hampa, tiada guna karena cuma untuk tujuan politik semata. Tiada guna mempertahankan Departemen
Agama yang cuma menjadi sarang tikus wirog. Gus Dur dulu pernah punya rencana
membubarkan departemen ini, namun batal karena menuai protes berkepanjangan. Juga tiba-tiba muncul berbagai kasus pergesekan antar umat beragama serta etnis di Ambon, Poso dan sebagainya yang seolah menyiratkan pesan bahwa Departemen Agama masih dibutuhkan keberadaannya. SBY, ingat negeri kita tercinta bukanlah diperintah oleh kekhalifahan otoriter.
Semustinya kalau ada kelompok yang punya cita-cita ingin mendirikan negara berdasarkan syariat Islam, kirim saja mereka semua ke Timur Tengah, karena disini bukanlah tempatnya.

Tanpa pluralisme, Indonesia akan suram

Walau pemeluk Islam seusai KTP, saya amini 99% pendapat AA Yewangoe, ketua umum PGI (Persekutuan Gereja-Gereja se-Indonesia) yang dirilis seminggu lalu. Menurutnya, masa depan Indonesia tanpa pluralisme merupakan potret suram yang menjadi hantu menakutkan bagi kelompok minoritas di Indonesia. Karena itu konsepsi mayoritas dan minoritas yang 60 tahun
dengan sengaja dikumandangkan negara bernama Republik Indonesia harus dihapuskan. Jika kelompok minoritas karena agama, etnis dan budaya dilarang untuk tumbuh dan berkembang
maka tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara akan hancur.

Posting ini saya akhiri dengan sebuah pesan dari seorang lelaki tua Yahudi kepada istri dan kedua anaknya sebelum ia menutup mata untuk selamanya: "Anakku, jadilah engkau seorang individu terdidik yang memiliki integritas, bebas dan independen dalam berpikir, peduli dalam upaya meningkatkan dan mendorong kehidupan yang lebih damai di dunia, dan
berpartisipasilah untuk ikut menciptakan hidup yang lebih bermakna dan bermanfaat bagi semua..."

(Philadelphia, Pennsylvania, AS, 1977)

Pesan terakhir dari almarhum yang dari kalangan intelektual Yahudi asal Rusia itu berdampak besar bagi Noam Chomsky, anak pertamanya. Sebagai pribadi, jadilah Noam, kini profesor linguistik di Massachuset Insitute of Technology (MIT), sebagai sosok yang punya integritas tinggi, bebas, dan independen dalam berpikir.

Salam,

Radityo Djadjoeri
e: radityo_dj@yahoo.com

(asli orang Jawa, bukan orang Yahudi dan bukan pula keturunan Ibrahim
si tentara bayaran yang konon suka mengobrak-abrik patung-patung berhala,
walau almarhum kakek buyut saya bernama Ibrahim)

Klik: http://zamanku.blogspot.com


________________________________________________________________

Persekusi Yahudi Di Eropa
Oleh: Sato Sakaki

Mengapa Hitler membenci Yahudi?

Kebencian terhadap Yahudi di zaman pemerintahan NAZI Jerman dicetuskan
oleh rasa kebangsaan yang sempit. Hitler yang sejak kecil benci kepada
orang Yahudi mengobarkan kecemburuan sosial dan ekonomi dengan menunjuk
kenyataan bahwa orang Yahudi menguasai perekonomian Jerman dalam
persentase yang jauh melebihi jumlah mereka. Hitler juga menuduh
orang-orang Yahudi menjadi penggerak Revolusi Bolshewik di Rusia dan
bermaksud melancarkannya di Jerman. Tuduhan ini dipercaya rakyat Jerman
karena memang banyak keturunan Yahudi yang menjadi pemimpin revolusi yang
mendirikan negara komunis Sovyet itu, diantaranya Leon Trotsky. Dan
mereka tentu saja tidak lupa bahwa Karl Marx juga Yahudi.

Tetapi yang paling parah adalah: Hitler berhasil membangkit-bangkitkan
kembali kebencian lama terhadap Yahudi di kalangan rakyat luas, yang
bersumber dari perbedaan agama.

Kebencian terhadap orang Yahudi di Eropa sebenarnya mempunyai sejarah
ratusan tahun, dan penindasan serta pembantaian terhadap mereka bukan
hanya terjadi di zaman Hitler saja. Sejak lama di berbagai negara
Eropa, bangsa Yahudi mengalami diskriminasi. Penolakan mereka untuk
beralih menjadi Kristen menyebabkan mereka dipencilkan dan tidak
diterima sebagai warganegara. Mereka dipandang sebagai bangsa ingkar
yang sudah dibuang Tuhan, dan dicerca sebagai pembunuh Kristus.
Penolakan mereka untuk memuliakan raja menyebabkan patriotisme mereka
diragukan. (Kalau raja lewat dan semua orang diharuskan berlutut atau
membungkuk, mereka lemparkan sesuatu ke tanah, misalnya uang lalu
membungkuk mengambilnya. Yang disembah hanya Tuhan, kata mereka, bukan
manusia). Tidak heran kalau mereka dilarang memiliki tanah dan
banyak pekerjaan tertutup bagi mereka.

Di abad pertengahan, orang Yahudi hanya boleh tinggal di bagian-bagian
khusus kota yang disebut ghetto, perkampungan yang dikelilingi tembok
dan gerbangnya dikunci malam hari. Penghuni ghetto dilarang keluar
pada hari-hari tertentu, misalnya pada hari wafat Isa Almasih.

Dongeng-dongeng rakyat di berbagai tempat di Eropa juga menyudutkan
orang Yahudi. Mereka sering digambarkan sebagai penjelmaan iblis dan tukang tenung
yang sangat jahat, yang menggunakan darah anak-anak Kristen untuk upacara korban Paskah.


Selain itu banyaknya orang Yahudi yang hidup dari memperbungakan uang semakin memperdalam kebencian kaum petani miskin dan para bangsawan yang bangkrut. Kebencian yang tertanam ini sewaktu-waktu meledak menjadi kerusuhan luas berupa
penjarahan dan pembantaian.

Pada masa Perang Salib pertama tahun 1096, bangsa Yahudi mengalami
pembantaian besar-besaran di Lembah Rhein. Pada akhir abad ke-13 orang
Yahudi diusir secara besar-besaran dari Inggris, dan pada akhir abad
ke-14 dari Prancis. Tahun 1492 pengusiran terbesar terjadi di Spanyol.
Kepada orang Yahudi diberi dua pilihan, beralih memeluk agama Kristen atau angkat
kaki. Hampir 150 ribu orang meninggalkan Spanyol, pindah ke negara-negara Islam di sekitar Laut Tengah.


Yang tinggal mengalami penindasan karena ternyata hanya berpura-pura memeluk agama Kristen. Banyak diantara mereka yang dihukum bakar. Di abad ke-17 bangsa Yahudi mengalami zaman gelap penuh kesengsaraan di Eropa Timur. Penindasan
pemerintah menyebabkan mereka jatuh melarat. Pergolakan politik seperti pemberontakan suku Kozak di Ukraina mengancam kelangsungan hidup mereka. Anarki yang menyertai perpecahan di Polandia pada abad ke-18 menyebabkan aksi-aksi pembantaian yang hampir menyebabkan mereka punah.

Keadaan pemeluk Yahudi pernah membaik seiring dengan revolusi dan kebangkitan
kapitalisme di Eropa. Tahun 1743 pemeluk Yahudi di Inggris diakui sebagai warganegara.
Bahkan di masa Ratu Victoria, seorang Yahudi, Benjamin Disraeli menjadi perdana menteri. Revolusi Perancis mengubah kehidupan orang Yahudi. Untuk pertama kali setelah seribu tahun mereka diakui sebagai warga negara tempat mereka tinggal.

Tetapi pada akhir abad ke-19, perasaan anti-Yahudi bangkit kembali di Jerman, Austria dan Russia yang ditandai dengan yang disebut dengan pogroms, aksi-aksi pembantaian besar-besaran. Saat inilah muncul untuk pertama kalinya gerakan Zionisme, dengan hasrat untuk membentuk sebuah negara merdeka bagi bangsa Yahudi di tanah asal mereka, Kanaan, Tanah Suci dimana Daud dan Sulaiman mendirikan kerajaan Israel 3 ribu tahun yang
lalu.


________________________________________________________________

Yahudi Di Uni Sovyet
Oleh: Sato Sakaki

Rujukan:
- The Russian Jews Under Tsars and Soviets by Salo W. Baron
- The Jews in Soviet Russia: The Oxford University Press

Orang Yahudi di Uni Sovyet adalah bagian dari keturunan Yahudi yang
tersebar di berbagai negara Eropa, Asia dan Afrika, dan telah bermukim
disana ratusan tahun sejak zaman yang disebut diaspora, saat mereka
terbuang dari tanah asal mereka, Kanaan yang juga disebut Tanah Palestina
dan yang oleh pemeluk Kristen dan Yahudi disebut the Holy Land (Tanah Suci).

Pada akhir abad ke-19, terdapat sekitar 5 juta orang Yahudi di Rusia.
Mereka umumnya bermukim di propinsi-propinsi perbatasan sebelah Barat.
Di negara kerajaan yang sangat fanatik agama ini mereka senantiasa jadi
bulan-bulanan. Secara berkala, jika terjadi pergolakan politik,
perkampungan Yahudi menjadi sasaran penjarahan dan pembantaian besar-besaran
yang disebut "pogrom".

Oleh sebab itu, Revolusi Bolshewik untuk menumbangkan kerajaan mendapat
sambutan orang Yahudi. Banyak mereka yang ikut bergabung, bahkan
sejumlah intelek mereka turut menjadi penggerak revolusi komunis itu.
Tanggal 21 Maret 1917, tak lama setelah tergulingnya kaisar Rusia,
pemerintah sementara mengeluarkan dekrit yang menghapus pembedaan
perlakuan berlandaskan ras dan agama, dan sejumlah intelek Yahudi pun
tampil di pucuk pimpinan partai. Jacob Sverdlov, seorang Yahudi
Lithuania diangkat menjadi ketua pertama komite sentral partai. Grigori Evseevich Zinoviev tampil menjadi ketua Perhimpunan Kaum Pekerja Internasional. Masih ada sejumlah Yahudi lainnya yang menjadi pimpinan teras seperti Maxim Litvinov, menteri luar negeri, Karl Radek penata pers dan media propaganda komunisme di seluruh dunia, N. Riazanov, sejarawan gerakan Marxis, dan di atas dari semuanya: Leon Trotsky yang bernama asli Leo Davidovich Bronstein, orang kedua sesudah Lenin dalam hierarki pimpinan revolusi. Ia menjabat panglima tertinggi dan menteri peperangan. Sementara itu gerakan nasionalisme Yahudi
yang disebut zionisme berkembang pula dengan subur.

Tetapi kejayaan tokoh-tokoh komunis Yahudi berakhir dengan kebangkitan Stalin. Mereka satu persatu disingkirkan dari pimpinan partai, sebagian besar akhirnya dibinasakan, termasuk Trotsky. Namun dalam angkatan bersenjata peranan Yahudi tetap menonjol. Pada masa Perang Dunia Kedua terdapat lebih dari 50 jenderal keturunan Yahudi dalam ketentaraan Sovyet. Banyak diantaranya jenderal ternama yang setelah perang mendapat anugerah bintang kehormatan tertinggi kemiliteran. Satu diantaranya, Mayor Jenderal Yakof Kreyzer memimpin Tentara Ketiga Sovyet dalam pertempuran mati-matian mempertahankan kota Moskow. Mayor-Jenderal Lev Mikhailovich Dovator, panglima resimen Cossack, yang tewas pada awal ofensif balasan besar-besaran Tentara Merah. Letnan Jenderal I.S. Beskin, pahlawan Sovyet, panglima pasukan artileri yang menembakkan 7 ribu meriam dan mortir dalam merebut kembali kota Stalingrad. Dan Letnan Jenderal Hirsh Davidovich Plaskov, panglima artileri dibawah Marsekal Bogdanov yang menyerbu Berlin dari arah barat.

Tetapi antara tahun 1948 sampai 1953 angkatan bersenjata secara berangsur dibersihkan dari para perwira tinggi Yahudi. Tidak kurang dari 63 jenderal, 111 kolonel dan 159 letnan kolonel Yahudi dipensiunkan. Orang Yahudi juga tidak dibiarkan menduduki jabatan-jabatan penting tertentu seperti dinas rahasia. Jumlah mahasiswa Yahudi di perguruan-perguruan tinggi
dibatasi dengan kuota.

Pada tahun 1956 dan 1960-an digalakkan gerakan pengganyangan para parasit dan penjahat ekonomi, seperti para pelaku perdagangan gelap valuta asing dan sejenisnya, dengan penjatuhan hukuman mati. Dari lebih dari 100 orang yang dihukum mati, 40 persen memiliki nama Yahudi.

Menurut buku "The Jews in Soviet Russia since 1917" yang diterbitkan oleh Oxford University Press, ada beberapa penyebab kebencian yang menyebabkan diskriminasi terhadap Yahudi di kalangan anggota partai dan masyarakat Sovyet. Satu diantaranya, masyarakat Yahudi mereka pandang enggan membaurkan diri, berkokoh mempertahankan keyakinan agama dan adat-istiadat mereka, dan ini menyebabkan keraguan atas kesetiaan mereka pada negara dan partai.

Selain itu gerakan zionisme di kalangan orang Yahudi dipandang pada hakekatnya anti-komunis, dan musuh besar kubu sosialis. Organisasi-organisasi Yahudi, badan-badan Yahudi sedunia, dan perhimpunan Yahudi di banyak negara, secara pukul rata dilukiskan sebagai borjuis yang paling reaksioner. Citra seperti "persekongkolan Yahudi sedunia", "para milyuner Yahudi kaya-raya" yang menguasai negara-negara besar Barat, tidak asing lagi dalam media pers dan radio Sovyet.

Sesudah Uni Sovyet bubar, banyak Yahudi di republik-republik bagian Sovyet yang merdeka seperti Ukraina yang berbondong-bondong beremigrasi ke Israel dengan bantuan subsidi dan fasilitas dari pemerintah Israel.


________________________________________________________________

Yahudi di Amerika Serikat

Oleh: Sato Sakaki

Siapa sebenarnya yang dapat dianggap sebagai orang Yahudi merupakan
kontroversi besar di kalangan orang Yahudi sendiri. Penganut Yahudi
ortodoks tidak lagi menganggap orang yang meninggalkan agama dan adat
istiadat Yahudi sebagai orang Yahudi. Sebaliknya anak-anak dari
perkawinan campuran secara agama Yahudi dianggap sebagai orang Yahudi.
Dengan demikian pengertian orang Yahudi lebih erat kaitannya dengan
agama daripada ras, sehingga banyak orang Yahudi yang berambut pirang
dan bermata biru, yang bukan merupakan ciri ras Semit. Contoh lain
adalah suku Falasha dari Ethiopia. Mereka jelas berkulithitam, tetapi
sejak dulu memeluk keyakinan agama Yahudi, karena itu diakui sebagai
orang Yahudi.

Kelompok Yahudi pertama yang datang ke Amerika mendarat di New Amsterdam, jajahan Belanda yang kini menjadi kota New York pada tahun 1654. Para pendatang ini adalah keturunan Yahudi yang menggunakan bahasa Spanyol dan Portugis yang disebut Yahudi Separdim, yang melarikan diri dari Brazil. Pada awal abad ke-18 dalam jumlah yang lebih besar mulai berdatangan kelompok Yahudi lain dari Eropa, yang disebut Yahudi Askenazi, keturunan Yahudi yang menggunakan bahasa Jerman dan Yiddish, campuran bahasa
Jerman dan Ibrani. Mereka umumnya bekerja sebagai tukang, pedagang dan pengusaha kecil.

Revolusi di Eropa pada pertengahan abad ke 19 menyebabkan semakin banyak imigran Yahudi datang ke Amerika terutama dari Jerman. Di kota New York saja penduduk Yahudi melonjak menjadi 40 ribu. Para pendatang baru ini umumnya berusaha sebagai tukang jahit, tukang sol dan pembuat sepatu, usaha jual-beli pakaian jadi dan barang-barang kelontong, serta dalam jumlah besar: pedagang keliling. Sementara itu yang sudah mapan membuka toko dan perusahaan lebih besar. Pada tahun 1859 sudah ada 141 perusahaan grossir
Yahudi di New York. Dan tak lama kemudian perusahaan-perusahaan besar milik Yahudi bermunculan di bidang industri pakaian jadi, pabrik sepatu, industri logam, pengolahan daging, perbankan dan mereka merintis apa yang kini disebut department store atau toserba.

Memasuki abad ke-19 dan menjelang Perang Dunia Pertama, imigran Yahudi yang masuk ke Amerika meliputi jutaan. Mereka umumnya lari dari penindasan di Eropa Timur, terutama Polandia dan Rusia. Kedatangan mereka menambah jumlah orang Yahudi di Amerika menjadi 6,8 juta. Yahudi Eropa Timur memberi sumbangan besar pada industri perfilman Amerika Serikat. Perusahaan-perusahaan film Hollywood ternama seperti Paramount, Universal, MGM, Columbia, Twentieth Century Fox, United Artists dan Warner Brothers semuanya didirikan dan milik Yahudi. Begitupun di bidang pertelevisian, mereka mendirikan CBS dan NBC.

Pada tahun-tahun menjelang Perang Dunia Kedua, bersama 150 ribu pelarian Yahudi yang ditindas NAZI, masuk ratusan ilmuwan dari Jerman, diantaranya ahli fisika Albert Einstein, bapak teori relativitas, dan Robert Oppenheimer yang bersama sejumlah ilmuwan Yahudi Jerman yang lain berjasa membantu Amerika dalam Proyek Manhattan yang menghasilkan bom atom pertama.

Menjelang tahun 1980-an terdapat 50 ribu orang Yahudi yang menjadi tenaga pengajar di perguruan-perguruan tinggi Amerika. Waktu itu persentase mereka mencapai 30 persen di universitas-universitas terkemuka seperti Harvard, Yale dan Princeton. Juga banyak sekali orang Yahudi yang berhasil menempati kedudukan tinggi seperti senator, menteri kabinet
dan anggota mahkamah agung. Itulah sedikit mengenai Yahudi di Amerika.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar