Jumat, 04 Desember 2009

CERmis

Kuburan Tua

Kuburan yang berada di sebuah desa yang terpencil letaknya dan tidak terawat. Kuburan tua tersebut sangat sepi yang ada hanya tumbuhan pohon kamboja yang bunganya berserakan di atas tanah. Suara gemersiknya daun-daun yang di terpak angin menambah kesunyian situasi di tempat itu.

Sudah 2 jam aku berdiri di tempat itu menunggu temanku yang sedang menjalankan sholat jum’at disamping kuburan itu. Tiba-tiba datang seorang tua yang jalan tertatih-tatih mendekati salah satu makam yang tepat berada di pohon kamboja, diusap mukanya untuk menghilangkan keringat yang membasahi keningnya. Diletakan tasnya disamping makam kemudian dia duduk bersimpuh sambil tangannya mengusap-ngusao batu nisan sambil matanya menerawang jauh ke depan, seolah-olah berbisik ”....kenapa aku kau tinggalkan sendiri......” matanya berlinang membasahi pipi, menambah raut kepedihan yang dirasakannya. Nenek tua sedih sekali nampak yang kau rasakan, ada apa nenek, se-tua engkau masih penderitaan yang kau terima, hilangkah cinta, hilangkah kesetiaan yang ada di dunia saat ini.

Aku berpikir, aku merenung, aku membayangkan sisi lain dari duniaku yang serba nyaman, serba gemerlap, serba mudah, di tengah-tengah keluargaku yang bahagia dan berkecukupan. Sebuah tangan menepuk pundakku dengan agak keras, aku kaget dan hampir saja melompat ketakutan, ternyata pak karto juru kunci makam tersebut telah ada disampingku. Ujarnya : ”...mbok surti namanya umurnya telah 70 tahun, dia hidup sebatang kara di gubuk belakang masjid ”. Sambil menyalakan rokok pak karto kembali bercerita : ” hidupnya sehari-hari dari hasil belas kasih orang-orang di desa ini. Dulu dia datang bersama anaknya ke desa ini untuk mencari suaminya yang katanya berada di desa ini. Namun tak kunjung di temukan. Katanya suaminya adalah pedagang keliling yang menjajakan barang-barang rumah tangga dengan cara kredit. Kampung demi kampung mereka lalui untuk mencari keberadaan suaminya. Lelah tanpa hasil akhirnya dia bersama anaknya istirahat di dekat masjid. Mbok surti merebahkan diri di kerindangan pohon bambu di tepi sungai dekat masjid, sementara kurdi anaknya menjalankan sholat jum’at di masjid bersama masyarakat desa. Selang beberapa saat setelah selesainya jum’atan orang-orang bergegas pulang ke rumah. Sebagian orang menyeberangi sungai itu dengan perahu getek yang terbuat dari bambu yang diikat dengan tali. Saat itu sungai sedang banjir dan arusnya cukup deras, perahu yang kapasitasnya hanya 10 orang, entah karena apa orang-orang berdesak-desakan hingga mencapai 25 orang. Karena kelebihan beban akhirnya perahu tersebut terbalik dan orang-orang hanyut terbawa arus : ”...tolong-tolong....” teriak orang minta tolong dari seberang sungai. Kurdi yang sedang istirahat bersam mbok Surti merasa terpanggil untuk menolong orang-orang yang mengalami kecelakaan tadi dengan menceburkan diri di sungai, namun nahas baginya pusaran air yang cukup kencang mentenggelamkan kurdi seketika dan tidak muncul lagi. Orang-orang ramai-ramai mencari korban yang hilang di sepanjang sungai. Mbok surti yang tahu anaknya belum ditemukan sangat risau dan menangis terus tanpa henti minta agar anaknya ditemukan kembali. Akhirnya setelah 2 hari dicari-cari mayat kurdi ditemukan di dalam ceruk tepi sungai dalam keadaan mengenaskan oleh penduduk setempat mayat kurdi dimakamkan di kuburan itu, mbok Surti menjadi sebatang kara kerena hanya Kurdi lah yang menjadi harta satu-satunya yang paling berharga, dan kini telah tiada. Mbok Surti tidak mau jauh dari anaknya meski sudah tiada.

Akhirnya dia minta ijin penjaga masjid untuk dapat membuat gubuk dibelakangnya agar dekat dengan makam anaknya, dengan itulah dia mampu bertahan untuk hidup yaitu dengan jalan menyambangi makam anaknya setiap hari jum’at bertepatan dengan kejadian tragis itu. Juru kunci mengakhiri ceritanya bahwa kebiasaan mbok Surti itu sudah berjalan 30 tahun. Aku membayangkan bagaimana setianya seorang ibu terhadap anaknya, bahkan anaknya telah tiada pun bukan menjadi penghalang meletakan cinta dan kesetiaan diatas segala-galanya. Manusia memang butuh cinta dan kesetiaan untuk bisa hidup dan bertahan sampai DIA menjemputnya kembali. Temanku aku memang cinta setia terhadapmu tetapi aku tidak peduli apakah kau cinta dengan diriku, bah.......emangnya aku pikirin, aku jadi ngelamun di dekat kuburan hih takut pergi aja ah......

Surabaya, jum’at keliwon 2009






Tidak ada komentar:

Posting Komentar